Senin, 28 Februari 2011

Cangkilung Berlari Juga

Eh, selesai ditinggali si Komet, saya masih berusaha sedekat mungkin dengan komet itu. Asik juga bersepeda agak cepat menyusuri jalanan kota bandung yang masih lengang. Udara yang sejuk membuat saya ga cepat lelah . Makin mendekati jalan Soekarno Hatta, rombongan rombangan pesepeda mulai saya jumpai. Namun mereka juga ga tahu star jam berapa. Sudah terlanjur menggowes agak cepat membuat saya tertarik mengimbangi pesepeda yang berpacu melintas. Selesai Komet, muncul lagi Cangkilung mengajak berlari , weh sepeda dengan fork rigid, rem gantung dan ban ukuran kecil yang ditunggangi cangkilung ini lumayan juga . Klasik tapi terawat. say ga mau melewatkan kesempatan berpacu dikota Bandung yang terkenal sering macet. Kapan lagi ngebut kalo bukan sekarang .
Menyenangkan sekali bisa bersepeda dengan nyaman . Cangkilung boleh juga tuh grup sepeda . pantaslah Bandung berharap bisa memecahkan rekor MURI , 100.000 pesepeda tumpah disini. Walau yang terkumpul kurang dari setengahnya. Namun itu sudah mengambarkan bahwa Bandung memang Kota Sepeda.

Berpacu dengan Komet

Ikutan Bandung Lautan Sepeda 27 Feb 2011 kemarin tentu banyak cerita yang saya dapat. Slah satunya ketika menunju lokasi star dilapangan Perumahan Batu Nunggal . Berbekal arah yang dipandu GPS saya mulai menggowes dari Banjaran Soreang menyusuri jalan terusan Kopo. Minimnya informasi yang saya punyai mengenai waktu pemberangkatan Fun Bike tersebut , saya berharap ketemu rombongan sepeda lokal yang mengetahui jam berangkatnya. Saya khawatir terlambat star.
Sudah beberapa kilo dari Banjaran belum juga ketemu pesepeda yang akan ikut acara Bandung Lautan Sepeda. harapan muncul ketika dari kejauhan seotrang pesepeda dengan baju yang berpendar di punggungnya. Saya berusaha mendekati Pesepeda itu. eh ternyata laju sepeda beliau lumayan cepat. Saya hampir menghabiskan seluruhgigi gear untuk menyusulnya. Pantas saja lajunya cepat , setelah jarak yang memungkinkan saya membaca tulisan dipunggungnya, barulah saya mengerti kenapa lama sekali saya bisa menyusulnya. Rupanya Komet dari Bandung Selatan yang saya uber . Menyadari ada yang mendekatinya , Sikomet melirik sebuah kaca Spion yang tergantung di sisi kanan handle bar. segera saja sepeda berwarna merah , dengan sock depan rigid melesat dan menjauh . Halah , saya ga mau balapan kok cuma mau nanya star Fun Bike jam berapa? Dasar komet maunya lari aja.

Senin, 21 Februari 2011

MTB Kelas 200m


saya belum menemukan kategori medan tanjakan yang ada di Purwakarta. namun selelah lama mengukur ukur tanjakan yang ada di jalur sepedahan , ternyata kelas kami hanyalah kelas 200 meter. Mengapa begitu? ternyata setinggi tinggi kami menanjak , eh ternyata hanya 200 meter saja. Rute kembali dari Kamopung Berecek melewati sebuah gunung yang memiliki rute menanjak dan berbelok belok di daerah Plered berdekatan dengan Gunung Kecapi , pada titik tanjakan tertingginya berkedudukan 290 m dpl . ya apa mau dikata , hanya itulah yang ada. MTB kelas 200 meter.

Batu Karut


nama batu karut ini saya dapatkan ketika mencari lokasi yang cocok buat sepedahan dari wikimapia. Ketemulah saya dengan lokasi panjat tebing Batu Karut / rock climbing . Persiapan rute dapat kami lakukan sesingkat mungkin dengan mengumpulkan informasi sebanyak banyaknya mengenai Batu Karut.
Tidak banyak yang tahu , atau bisa saya katakan dari sekian orang yang saya tanyai hanya 1 orang yang tahu . bahkan penduduk yang bertempat tinggal dikampung bersebelahan dengan lokasi batu karut tidak dapat memberikan informasi yang cukup untuk menemukan lokasinya. Beruntung saya telah mencatat koordinatnya dari wikimapia sehingga titik yang kami tuju bisa dengan tepat 100% kami tandai di GPS kami.

Menempuh jarak yang hanya 20 km saja dari rumah kami. Batu karut berada di kampung Berecek . Sebuah kampung dipinggiran waduk jatiluhur , namun sekaligus berada pada kaki sebuah bukit di gugusan gunung Cilalawi. Untuk mencapai Kampung Berecek , kami harus melalui jalan tanah , makadam kasar , menyeberang sungai lewat jembatan bambu yang mirip dengan jembatan di daerah Nawit. lepas dari jembatan gantung, kami harus mendaki bukit bukit kecil berpohon bambu di sepanjang tepian waduk jatiluhur. setelah sekian jam menggowes, maka ketika hampir dluhur, kami sampai dilokasi batu karut. Ternyata dibatu karut kami tidak menemukan komunitas panjat tebing yang sedang berlatih . yang kami temukan tetap saja menggemar pancing.

Jumat, 18 Februari 2011

Warung Warung yang Ramah


Bersepeda menyusuri kampung kampung jangan takut ketemu warung yang harganya mencekik. sepanjang gowes ke Situ Cibayat, setidaknya ada 5 warung yang kami kunjungi. warung Minuman dan jajanan di tepi sungai Citarum Cikaobandung, warung di ujung tanjakan kampung ciputat, warung di desa kutamanah, warung kecil dikampung cikareo bandung dan warung nasi di tepi situ Cibayat. Warung di tepi sungai citarum memberi kami pinjaman kunci / obeng yang kami perlukan untuk penyetelan rem sepeda. warung di kutamanah memberi harga yang murah. Sebuah pisang goreng yang enak masih dihargai Rp. 500 ,- rupiah. Warung di tepi situ cibayat memberi kami all we can eat. makan nasi sepuasnya dengan lauk ikan bandeng goreng yang utuh langkap dengan sambel dan lalap hanya Rp. 6. 000,- per orang. Wah sudah kenyang karena beberapa kali nambah. Sungguh sepanjang jalur sepeda Purwakarta - karawang lewat Dam / tanggul jatiluhur , uang kami masih bermakna.

Rabu, 16 Februari 2011

Gunung Cibayat



Sebuah bukit atau gunung kecil bernama gunung Cibayat masih hijau dipenuhi pepohonan. Kalau dari peta , Gunung Cibayat ini tidak kelihatan namanya. Dari gunung Cibayat itulah sumber air yangkemudian ditampung dalam bendungan kecil bernama situ Cibayat. Penduduk yang tinggal ditepi situ tersebut menuturkan bahwa air situ cibayat berasal dari sebuah mata air yang tidak berhenti mengeluarkan air walau musim kemarau sekalipun . Sumber air yang jernih dan dingin tersebut juga dialirkan ke rumah rumah penduduk. sebuah kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam.
Disebuah Masjid di tepi jalan seberang Situ Cibayat , kami mencicipi sejuknya air dari gunung cibayat. Tanpa pengolahan , air langsung tampung di bak dan disediakan kran untuk keperluan pemanfaatan air.
Dahulu ketika pohon digunung cibayat masih besar besar, debit airnya lebih besar lagi. Namun dari kejauhan memang pohon pohon besar sudah jarang kelihatan . Pohon kayu nampaknya sudah terdesak oleh populasi bambu . Ya walaupun hanya bambu asal lestari juga bermanfaat untuk kelestarian air.
Rumah makan tempat kami mengisi perut kami yang dimiliki oleh penduduk desa cibayat menuturkan bahwa sumber air situ cibatat bisa dimanfaatkan untuk memanjakan diri dengan berendam. Airnya dingin walau siang hari. Letak Mata air tersebut berada dibawah tiga pohon kelapa yang berjajar dan bisa dilihat dari tepi Situ. Jarak untuk mencapai sumber air tersebut adalah 2 km menurut pemilik warung . Kalau tidak khawatir akan keamanan tubuh , hampir saja saya masukkan air dari bak penampung kedalam bidon . Situ Cibayat, kami masih ingin kembali.

Senin, 14 Februari 2011

Inspeksi Ke Situ Cibayat



walah, tinggi amat bahasanya, ya kami memang sudah lama pengin melintasi jalur ini. Jalur Purwakarta Karawang melewati Dam Jatiluhur. Situ Cibayat baru saya temukan ketika mencari cari rute seputar Karawang. langsung saja persiapan dimulai dengan terlebih dahulu mengukur jarak tempuh . Setelah menimbang bahwa rute ini bisa kami gowes, maka hari minggu kemari kami berlima berangkat dari Situ Buleud. Ya gowes Situ Buleud - Situ Cibayat.

Pukul 8: 30 pagi kami berangkat dari Situ buleud dan terus menggowes sampai desa Cikao Bandung. Di warung dan tempat minum kopi dan minuman lainnya ini kami konsolodsi dan pengecekan kondisi sepeda , barangkali ada tekanan iangin yang dirasa kurang atau penyetelan rem yang kurang pakem kami periksa di warung ini. Ketinggian di lokasi pinggir sungai citarum ini sekitar 60 m dpl.
Usai minum dan mengisi persediaan air serta pemeriksaan sepeda kami lanjutkan gowes menuju titik akhir tanjakan kampung Ciputat . Panjang rute menanjak desa cikao Bandung ke Kampung Ciputat kurang lebih 5 km. Pada saat kami mencapai lokasi terakhir tanjakan , ketinggian pada GPS menunjukan angka 260 m dpl, berarti jarak 5 km tadi membawa kami naik setinggi 200 meter. lumayan untuk sebuah tanjakan . Perbedaan ketinggian tersebut setara dengan perbedaan ketinggian Purwakarta kawasan Ranca darah. hanya saja , Tanjakan ciputat ini lebih terjal.
Melewati Desa Kutamanah sampai Dam Jatiluhur, jalan relative menurun. hanya saja kondisi jalan bergelombang . harus ekstra hati hati jika tidak ingin terlempar dari sadel .

Dam Jatiluhur yang panas tetap saja tidak menyurutkan para menyuka kegiatan mancing . ditepi tepi danau bertebaran payung payung peneduh yang mebuat pemancing bertahan dari terpaan sinar matahari. Lokasi Dam Jatiluhur diujung barat ini berada dibawah naungan gunung lesung dan gunung Karadag. Kami mengowes melintas Dam dan menyusur kaki gunung Lesung. Jalanan yang naik turun menguju kesabaran kami melintasi rute ini.
Melewati kaki gunung lesung ini, sampailah kami pada sebuah sungai kecil dengan pohon mangga dibawahnya, saya sempat mencuci muka di sungai yang berair bening tersebut. Dari sungai ini , situ cibayat menyisakan jarak 1 km saja.
selepas adzan dhulur kami tiba di situ Cibiyat.

Selasa, 08 Februari 2011

Gowes Dadakan Subang Cijambe

Gowes kali ini tidak kami erencanakan sebelumnya. Biasanya kami gowes hari Minggu atau hari sabtu tapi kali ini kami gowes hari kamis. Memang hari kamis kemarin tgl 3 Pebruari adalah hari libur nasional tanggal 1 Imlek .
Ada beberapa teman dari jakarta yang kebetulan berada di Subang hari itu dan ingin jalan jalan pakai sepeda. Jadilah gowes Subang-Cijambe. Jalur subang Cijambe hanyalah berjarak sejauh 9-10 km atau bahkan hanya 8 km, namun jalur ini menanjak sejak dari lampu merah .
tanjakan pertama memang cukup panjang melewati kawasan hutan Rangga wulung. Hutan rangga wulung ini biasanya dipakai beraktifitas pehobi olah raga otomotive atau digunakan tempat berkemah. Lumayan untuk mengukur kesabaran kita menghadapi tanjakan.Jarak sedekat itu saya selesaikan kurang lebih 1 jam. Memang pelan karena Subang Cijambe hampir tidak ada turunan kecuali 2 turunan saja. hanya sedikit jalan datar , selebihnya tanjakan melulu. Lumayanlah untuk selingan Subang Cijambe bolak balik dan keliling kota subang.